Kamis, 12 April 2012

SK Gubenur DKI Jakarta No. 36



SK GUB DKI JAKARTA NO:36 TH 2001 Tentang Pedoman RT-RW

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2001
TENTANG
PEDOMAN RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA
DI PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

Menimbang :
  1. bahwa Rukun Tetangga dan Rukun Warga di Propinsi DKI Jakarta telah tumbuh dan berkembang atas prakarsa dan inisiatif masyarakat dan telah berperan dalam upaya mewujudkan kerukunan tetangga dan warga masyarakat;b. bahwa dalam rangka mewujudkan pemberdayaan masyarakat yang lebih berorientasi pada demokratisasi dan kerukunan tetangga dan warga, maka Peraturan Dasar Rukun Tetangga dan Rukun Warga (RT-RW) Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang ditetapkan dengan tuntutan perkembangan kehidupan masyarakat Ibikota Jakarta;
  2. bahwa sehubungan dengan huruf a di atas dan dalam upaya lebih meningkatkan peranan dan kinerja Rukun Tetangga dan Rukun Warga, perlu menetapkan Pedoman Rukun Tetangga dan Rukun Warga di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan Keputusan Gubernur.
Mengingat :
  1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;
  2. Undang-undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta;
  3. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 2000 tentang Dewan Kelurahan.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA TENTANG PEDOMAN RUKUN
TETANGGA DAN RUKUN WARGA DI PROPINSI DAERAH
KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
 
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
  • Daerah adalah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  • Pemerintah Daerah adalah Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  • Gubernur adalah Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  • Pemerintah Kotamadya/Kabupaten Administrasi adalah Pemerintah Kotamadya/ Kabupaten Administrasi Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  • Walikotamadya/Bupati Administrasi adalah Walikotamadya/Bupati Administrasi Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  • Pemerintah Kecamatan adalah Pemerintah Kecamatan pada Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  • Camat adalah Kepala Pemerintahan Kecamatan pada Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  • Pemerintah Kelurahan adalah Pemerintahan Kelurahan pada Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  • Lurah adalah Kepala Pemerintahan Kelurahan pada Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  • Dewan Kelurahan adalah Dewan Kelurahan pada Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  • Tokoh Masyarakat adalam pemimpin masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan social kemasyarakatan (Poleksosbudhankam) yang diakui oleh masyarakat lingkungannya.
  • Penduduk setempat adalah setiap orang, baik warga negara Republik Indonesia maupun orang asing yang secara de facto dan de jure bertempat tinggal di dalam wilayah RT dan RW yang bersangkutan.
  • Kepala Keluarga adalah penanggungjawab anggota keluarga yang terdaftar dalam kartu keluarga.
  • Penduduk dewasa adalah penduduk yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau yang telah atau pernah kawin.
  • Swadaya masyarakat adalah kemampuan dari suatu kelompok masyarakat dengan kesadaran dan inisiatif sendiri mengadakan ikhtiar ke arah pemenuhan kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang yang dirasakan dalam kelompok masyarakat itu.
  • Pemberdayaan masyarakat adalah pengikut sertaan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemilikan.
  • Kartu Keluarga adalah kartu yang berisi data identitas kepala keluarga dan anggotanya yang telah dicatat dan ditandatangani oleh Ketua RT, RW dan Lurah.
BAB II
LANDASAN, TUJUAN, KEDUDUKAN
Pasal 2
  1. Memberikan pelayanan kepada penduduk setempat sesuai denagn ketentuan yang berlaku;
  2. Mengerjakan swadaya dan kegotongroyongan masyarakat;
  3. Berpartisipasi dalam peningkatan pemberdayaan masyarakat;
  4. Berpartisipasi dan menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;
  5. Berpartisipasi dalam meningkatkan kondisi ketentraman, ketertiban dan kerukunan warga masyarakat;
  6. Membantu menciptakan hubungan yang harmonis antar anggota masyarakat dan antara masyarakat dengan pemerintah masyarakat;
  7. Manjaga hal-hal yang berkaitan denga lingkungan;
  8. Berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik, ekonomi dan sosial yang biayanya bersumber dari swadaya masyarakat dan atau Pemerintah daerah serta memprtangungjawabkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
  9. Memberikan saran dan pertimbangan kepada anggota Dewan Kelurahan yang berasal dari RW yang bersangkutan.

    BAB III
    TUGAS DAN KEWAJIBAN
    Pasal 3

    Tugas dan kewajiban RT dan RW ditetapkan oleh forum musyawarah RT dan RW dengan berpedoman kepada upaya-upaya dalam rangka :
  1. Memberikan swadaya dan kegotongroyonan masyarakat;
  2. Menggerakkan swadaya dan kegotongroyongan masyarakat;
  3. Berpartisipasi dalam peningkatan pemberdayaan masyarakat;
  4. Berpartisipasi dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;
  5. Berpartisipasi dalam meningkatkan kondisi ketentraman, ketertiban dan kerukunan warga masyarakat;
  6. Membantu menciptakan hubungan yang harmonis antar anggota masyarakat dan antara masyarakat dengan pemerintah daerah;
  7. Menjaga hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan;
  8. Berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik, ekonomi dan sosial yang biayanya dari swadaya masyarakat dan atau pemerintah daerah serta mempertanggungjawabkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
  9. Memberikan saran dan pertimbangan kepada anggota Dewan Kelurahan yang berasal dari RW yang bersangkutan.
BAB IV
RUKUN TETANGGA
Bagian Pertama
Pembentukan
Pasal 4
  1. Pembentukan wilayah RT secara administrasi ditetapkan oleh lurah atas usul masyarakat dan dengan memperhatikan kondisi lingkungannya.
  2. Setiap RT terdiri dari 30 sampai dengan 60 kepala keluarga.
  3. Bagi wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, jumlah kepada Keluarga sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini, dapat disesuaikan dengan kebutuhan setempat.
  4. Bagi penduduk yang bertempat tinggal di asrama, rumah susun, kondominium, apartemen atau yang sejenis dapat dibentuk RT tersendiri atau digabungkan dengan RT yang berdekatan.
  5. Dalam hal RT tersebut pada ayat (4) pasal ini menjadi RT tersendiri, ketentuan jumlah kepala keluarga tersebut sebagaimana dimaksud ayat (2) apat disesuaikan dengan kebutuhan setempat.
Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal 5

Anggota RT adalah penduduk setempat yang terdaftar dalam kartu keluarga pada RT bersangkutan.

Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban
Pasal 6

(1) Anggota RT mempunyai hak :
a. mamperoleh pelayanan administrasi dan kewilayahan dari RT dan RW;
b. mengajukan usul dan pendapat dalam musyawarah RT dan RW;
c. memilih pengurus RT;
d. dipilih sebagai pengurus RT dan RW;
e. turut serta dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh RT dan RW.
(2) Anggota RT mempunyai kewajiban :
a. melaksanakan keputusan forum musyawarah RT dan RW;
b. menunjang terselenggaranya tugas dan kewajiban RT dan RW;
c. berperan aktif dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh RT dan RW.
(3) Ketentuan ayat (1) dan (2) pasal ini dapat ditambah dan dikurangi oleh forum musyawarah RT.

Bagian Keempat
Pengurus
Pasal 7
  1. Pengurus RT terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan seksi-seksi sesuai dengan kebutuhan;
  2. Ketua RT terpilih menyusun kepengurusan RT.
Pasal 8

(1) untuk menjadi pengurus RT harus memenuh persayaratan sebagai berikut:
a. Warga Negara Republik Indonesia baik laki-laki maupun perempuan;
b. Berkelakuan baik;
c. Penduduk dewasa;
d. Dan syarat-syarat lain yang ditentukan oleh forum musyawarah RT.
(2) Pengurus RT tidak boleh merangkap jabatan pengurus RW/dewan kelurahan/dewan kota.

Pasal 9
  1. Pemilihan ketua RT diselenggarakan oleh panitia pemilihan ketua RT;
  2. Pemilihan ketua RT sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dilaksanakan dalam forum musyawarah;
  3. Forum musyawarah menetapkan tat cara pemilihan ketua Rt;
  4. Ketua Rt terpilih ditetapkan secara administrasi dengan keputusan lurah.
Pasal 10
  1. Pembagian tugas antar pengurus RT ditetapkan dalam forum musyawarah RT;
  2. Pengurus RT bertanggungjawab kepada forum musyawarah RT.
Pasal 11
  1. Masa bakti pengurus RT adalah 3 tahun terhitung sejak tanggal Ketua RT terpilih;
  2. Selambat-lambatnya 14 hari sebelum berakhir masa baktinya, ketua RT wajib melaksanakan pembentukan panitia pemilihan ketua RT periode berikutnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 9.
Pasal 12

(1) Pengurus RT berhenti sebelum selesai masa baktinya karena:
a. meninggal dunia;
b. keputusan forum musyawarah RT;
c. permintaan sendiri secara tertulis;
d. pindah tempat tinggal keluar wilayah RT yang bersangkutan;
e. melakukan perbuatan tercela sebagai pengurus RT;
f. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
(2) Ketua RT yang berhenti sebelum selesai masa baktinya diganti oleh salah seorang pengurus RT berdasarkan hasil keputusan forum musyawarah sampai dengan selesai masa baktinya;
(3) Pemberhentian dan pergantian pengurus RT sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) pasal ini ditetapkan secara administrasi dengan keputusan lurah atas usul ketua RW.

Bagian Kelima
Forum Musyawarah RT
Pasal 13
  1. Forum musyawarah RT merupakan wadah permusyawaratan dan permufakatan tertinggi RT;
  2. Forum musyawarah RT terdiri dari pengurus RT dan penduduk dewasa anggota RT;
  3. Tata cara musyawarah ditentukan dalam forum musyawarah RT.
BAB V
RUKUN WARGA
Bagian Pertama
Pembentukan
Pasal 14
  1. Pebentukan wilayah RW ditetapkan secara administrasi oleh camat dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan atas usul lurah berdasarkan atas keputusan forum musyawarah RW;
  2. Setiap RW terdiri dari 8 sampai denan 16 RT;
  3. Bagi wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, jumlah RW sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini, dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan setempat.
Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal 15
Anggota Rukun Warga adalah anggota Rukun Tetangga.

Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban
Pasal 16

Hak dan kewajiban anggota Rukun Warga adalah sama dengan hak dan kewajiban anggota Rukun Tetangga.
Bagian Keempat
Pengurus
Pasal 17
  1. Pengurus RW terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara dan seksi-seksi sesuai dengan kebutuhan;
  2. Ketua RW terpilih menyusun kepengurusan RW.
Pasal 18
  1. Untuk menjadi pengurus RW harus memenuhi persyaratan sama dengan untuk menjadi pengurus RT;
  2. Pengurus RW tidak boleh merangkap jabatan pengurus RT/dewan kelurahan/dewan kota.
Pasal 19
  1. Pemilihan ketua RW diselenggarakan oleh panitia pemilihan ketua RW;
  2. Pemilihan ketua RW sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dilaksanakan dalam forum musyawarah RW;
  3. Forum musyawarah menetapkan tata cara pemilihan ketua RW;
  4. Ketua RW terpilih ditetapkan secara administrasi dengan keputusan camat.
Pasal 20
  1. Pembagian tugas antar pengurus RW ditetapkan dalam forum musyawarah RW;
  2. Pengurus RW bertanggungjawab kepada forum musyawarah RW.
Pasal 21
  1. Masa bakti pengurus RW selama 3 Tahun terhitung sejak Ketua RW terpilih.
  2. Selambat-lambatnya 14 hari sebelum berakhir masa baktinya, ketua RW wajib melaksanakan pembentukan panitia ketua RW priode berikutnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1).
Pasal 22

(1) Pengurus RW berhenti sebelum selesai masa baktinya karena :
a. meninggal dunia;
b. keputusan forum musyawarah RW;
c. permintaan sendiri secra tertulis;
d. pindah tempat tinggal keluar wilayah RW yangbersangkutan;
e. melakukan perbuatan tercela sebagai pengurus RW;
f. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8;
(2) Ketua RW yang berhenti sebelum selesai masa baktinya diganti oleh salah seorang pengurus berdasarkan hasil keputusan forum musyawarah sampai dengan selesai masa baktinya;
(3) Pemberhentian dan pergantian pengurus RW sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) pasal ini ditetapkan secara administrasi dengan keputusan camat atas usul lurah berdasarkan keputusan forum musyawarah RW.

Bagian Kelima
Forum Musyawarah RW
Pasal 23
  1. Forum musyawarah RW merupakan wadah permusyawaratan dan permufakatan tertinggi RW;
  2. Forum musyawarah RW terdiri dari pengurus RT dan RW;
  3. Tata cara musyawarah ditentukan dalam forum musyawarah RW.
BAB VI
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 24
  1. Ketentuan mengenai keuangan ditentukan oleh forum musyawarah RT dan RW sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
  2. Kekayaan dan atau barang inventaris organisasi masyarakat RT dan RW dikelola secara tertib, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 25

Pemerintah Propinsi DKI Jakarta melakukan upaya-upaya dalam rangka peningkatan kinerja RT dan RW sesuai ketentuan yang berlaku.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26
  1. RT dan RW yang ada pada saat berlakunya keputusan ini adalah tetap sebagai RT dan RW;
  2. Pengurus RT dan RW sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini tetap melaksanakan kegiatannya sampai dengan masa baktinya berakhir.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
  1. Hal-hal yang belum diatur dalam keputusan ini akan ditetapkan kemudian;
  2. Dengan berlakunya keputusan ini maka Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1332 tahun 1995 tentang Peraturan Dasar Rukun Tetangga dan Rukun Warga (RT-RW) daerah Khusus Ibukota Jakarta dinyatakan tidak berlaku lagi.
  3. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 9 April 2001
GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
SUTIYOSO

Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 10 April 2001
SEKRETARIS DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
H. FAUZI BOWO
NIP 470044314

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2001 NOMOR 16

Rabu, 04 Januari 2012

Pedoman Dasar n Pedoman Rumah Tangga Karang Taruna


PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 77 / HUK / 2010
TENTANG
PEDOMAN DASAR KARANG TARUNA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

Menimbang           :
Mengingat            :   a. bahwa Karang Taruna merupakan salah satu organisasi sosial kemasyarakatan yang diakui keberadaannya dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 ayat (2) huruf d, Bab VII tentang Peran Masyarakat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial;
                       b. bahwa dengan perkembangan Karang Taruna yang semakin berperan di dalam masyarakat dan untuk lebih meningkatkan efektivitas kegiatannya, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia  Nomor 83 / HUK / 2005 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna;
                                c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b,  perlu menetapkan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia tentang Pedoman Dasar Karang Taruna;
1.    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
2.    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3.    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);
4.    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4737);
5.    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia  Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4761);
6.    Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara Republik Indonesia;
7.    Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
8.    Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 82 / HUK / 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial;
9.    Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 129 / HUK / 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota;

MEMUTUSKAN     :

Menetapkan          :
PERATURAN MENTERI SOSIAL TENTANG
PEDOMAN DASAR KARANG TARUNA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

1. Karang Taruna adalah organisasi sosial kemasyarakatan sebagai wadah dan sarana pengembangan setiap anggota masyarakat yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan terutama bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial.
2. Anggota Karang Taruna yang selanjutnya disebut Warga Karang Taruna adalah setiap anggota masyarakat yang berusia 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 45 (empat puluh lima) tahun yang berada di desa/kelurahan.
3. Forum Pengurus Karang Taruna adalah wadah atau sarana kerjasama Pengurus Karang Taruna, dalam melakukan komunikasi, informasi, konsultasi, koordinasi, konsolidasi dan kolaborasi, sebagai jejaring sosial Pengurus Karang Taruna Kecamatan, Kabupaten, Provinsi dan Nasional.
4. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Majelis Pertimbangan Karang Taruna (MPKT) adalah wadah berhimpun mantan pengurus Karang Taruna dan tokoh masyarakat lain yang berfungsi memberikan nasehat, mengarahkan, saran dan/atau pertimbangan demi kemajuan Karang Taruna.
6. Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
7. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, penguatan sosial, dan perlindungan sosial.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Karang Taruna berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3
Karang Taruna bertujuan untuk mewujudkan :

a. pertumbuhan dan perkembangan setiap anggota masyarakat yang berkualitas, terampil, cerdas, inovatif, berkarakter serta memiliki kesadaran dan tanggung jawab sosial dalam mencegah, menangkal, menanggulangi dan mengantisipasi berbagai masalah kesejahteraan sosial, khususnya generasi muda;
b. kualitas kesejahteraan sosial setiap anggota masyarakat terutama generasi muda di desa/kelurahan secara terpadu, terarah, menyeluruh serta berkelanjutan;
c. pengembangan usaha menuju kemandirian setiap anggota masyarakat terutama generasi muda; dan
d. pengembangan kemitraan yang menjamin peningkatan kemampuan dan potensi generasi muda secara terarah dan berkesinambungan.
BAB III
KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Pasal 4
Karang Taruna berkedudukan di desa/kelurahan di dalam wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 5

Karang Taruna memiliki tugas pokok secara bersama-sama dengan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota serta masyarakat lainnya menyelenggarakan pembinaan generasi muda dan kesejahteraan sosial.
Pasal 6

Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Karang Taruna mempunyai fungsi:


a. mencegah timbulnya masalah kesejahteraan sosial, khususnya generasi muda;
b. menyelenggarakan kesejahteraan sosial meliputi rehabilitasi, perlindungan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan diklat setiap anggota masyarakat terutama generasi muda;
c. meningkatkan Usaha Ekonomi Produktif;
d. menumbuhkan, memperkuat dan memelihara kesadaran dan tanggung jawab sosial setiap anggota masyarakat terutama generasi muda untuk berperan secara aktif dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
e. menumbuhkan, memperkuat, dan memelihara kearifan lokal; dan
f. memelihara dan memperkuat semangat kebangsaan, Bhineka Tunggal Ika dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB IV
KEORGANISASIAN, KEANGGOTAAN DAN KEPENGURUSAN
Bagian Pertama
Keorganisasian
Pasal 7

(1) Keorganisasian Karang Taruna berada di desa/kelurahan yang diselenggarakan secara otonom oleh Warga Karang Taruna setempat.
(2) Untuk melaksanakan koordinasi, komunikasi, informasi, konsultasi, koordinasi, dan kerja sama, dibentuk Forum Pengurus Karang Taruna di Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional sebagai sarana organisasi Karang Taruna yang pelaksanaannya melalui para pengurus di setiap lingkup wilayah masing – masing.
(3) Karang Taruna dan/atau Forum Pengurus Karang Taruna dapat membentuk wadah yang menghimpun para tokoh masyarakat, pemerhati Karang Taruna, dunia usaha akademisi dan potensi lainnya yang memberikan dukungan terhadap kemajuan Karang Taruna, yang mekanisme pembentukkanya diatur melalui keputusan Forum Pengurus Karang Taruna Nasional dan dipertanggungjawabkan pada Rapat Kerja Nasional.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Keorganisasian diatur oleh Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan.

Pasal 8

Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi Karang Taruna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6, dibentuk Majelis Pertimbangan Forum Pengurus Karang Taruna yang terdiri atas para mantan pengurus dan mantan pembina yang memiliki fungsi konsultasi dan pengarah bagi kepengurusan Karang Taruna dan kepengurusan Forum Pengurus Karang Taruna.







Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal 9

(1) Keanggotaan Karang Taruna menganut sistim stelsel pasif yang berarti seluruh anggota masyarakat yang berusia 13 tahun sampai dengan 45 tahun dalam lingkungan desa/kelurahan atau komunitas adat yang sederajat merupakan Warga Karang Taruna.
(2) Warga Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai hak dan kewajiban yang sama tanpa membedakan asal keturunan, golongan, suku dan budaya, jenis kelamin, kedudukan sosial, pendirian politik, dan agama.

Bagian Ketiga
Kepengurusan
Pasal 10

(1) Pengurus Karang Taruna dipilih secara musyawarah dan mufakat oleh Warga Karang Taruna setempat dan memenuhi syarat – syarat untuk diangkat sebagai pengurus Karang Taruna yaitu :

a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. memiliki pengalaman serta aktif dalam kegiatan Karang Taruna;
d. memiliki pengetahuan dan keterampilan berorganisasi, kemauan dan kemampuan, pengabdian di kesejahteraan sosial; dan
e. berumur 17 (tujuh belas) tahun sampai dengan 45 (empat puluh lima) tahun.

(2) Kepengurusan Karang Taruna desa/kelurahan dipilih, ditetapkan, dan disahkan dalam Musyawarah Warga Karang Taruna di desa/kelurahan dan dikukuhkan oleh Kepala Desa/Lurah setempat, dengan masa bhakti 3 (tiga) tahun.
(3) Kepengurusan Forum Pengurus Karang Taruna dipilih, ditetapkan, dan disahkan dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Forum Pengurus Karang Taruna Kecamatan dipilih, ditetapkan, dan disahkan melalui Temu Karya Forum Pengurus Karang Taruna di kecamatan dan dikukuhkan oleh Camat setempat, dengan masa bhakti 5 (lima) tahun;
b. Forum Pengurus Karang Taruna Kabupaten/Kota dipilih, ditetapkan, dan disahkan dalam Temu Karya Karang Taruna kabupaten/kota dan dikukuhkan oleh Bupati/Walikota, dengan masa bhakti 5 (lima) tahun;
c. Forum Pengurus Karang Taruna Provinsi dipilih, ditetapkan dan disahkan dalam Temu Karya Forum Pengurus Karang Taruna provinsi dan dikukuhkan oleh Gubernur setempat dengan masa bhakti 5 (lima) tahun; dan
d. Forum Pengurus Karang Taruna Nasional dipilih, ditetapkan dan disahkan dalam Temu Karya Nasional Forum Pengurus Karang Taruna dan dikukuhkan oleh Menteri Sosial RI, dengan masa bhakti 5 (lima) tahun.

Pasal 11

Ketentuan lebih lanjut mengenai Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Temu Karya diatur oleh Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan.

BAB V
MEKANISME KERJA
Pasal 12

(1) Karang Taruna bersifat otonom, sosial, terbuka, dan berskala lokal.
(2) Mekanisme hubungan kerja antara Karang Taruna dengan Forum Pengurus Karang Taruna di Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional bersifat koordinatif, konsultatif, dan kolaboratif secara fungsional.
(3) Hubungan kerja antar Forum Pengurus Karang Taruna bersifat koordinatif, kolaboratif, konsultatif dan kemitraan fungsional secara vertikal.
(4) Hubungan kerja antar Forum Pengurus Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur tersendiri yang ditetapkan melalui Rapat Kerja Nasional Forum Pengurus Karang Taruna.

Pasal 13

(1) Hubungan kerja antara Karang Taruna Desa/Kelurahan dengan Kepala Desa/Lurah bersifat pembinaan.
(2) Hubungan kerja Karang Taruna dan Forum Pengurus Karang Taruna dengan Kementerian Sosial dan Instansi Sosial Daerah bersifat pembinaan fungsional.
(3) Hubungan kerja antara Forum Pengurus Karang Taruna dengan Instansi/Lembaga/ Organisasi lainnya bersifat kemitraan.

BAB VI
PEMBINA KARANG TARUNA
Pasal 14

Pembina Karang Taruna meliputi :
a. Pembina Utama;
b. Pembina Umum;
c. Pembina Fungsional; dan
d. Pembina Teknis.

Pasal 15

Pembina Utama Karang Taruna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a adalah Presiden Republik Iindonesia.





Pasal 16

(1) Pembina Umum Karang Taruna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b meliputi :

a. Tingkat Pusat adalah Menteri Dalam Negeri;
b. Tingkat Provinsi adalah Gubernur;
c. Tingkat Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota;
d. Tingkat Kecamatan adalah Camat; dan
e. Tingkat Desa/Kelurahan adalah Kepala Desa/Lurah.

(2) Pembina Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pembinaan sebagai berikut

a. Menteri Dalam Negeri, melakukan pembinaan umum secara nasional, serta mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan umum oleh masing- masing Gubernur Provinsi;
b. Gubernur, melakukan pembinaan umum di Provinsi dan mengukuhkan kepengurusan FPKT Provinsi;
c. Bupati/Walikota, melakukan pembinaan umum di Kab/Kota dan mengukuhkan kepengurusan FPKT Kabupaten/Kota;
d. Camat, melakukan pembinaan umum di Kecamatan dan mengukuhkan kepengurusan FPKT Tingkat Kecamatan; dan
e. Kepala Desa/Lurah, melakukan pembinaan umum di desa/kelurahan, mengukuhkan kepengurusan Karang Taruna desa/kelurahan, memfasilitasi kegiatan Karang Taruna di desa/kelurahan.

Pasal 17

(1) Pembina Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c meliputi :

a. Tingkat Pusat adalah Menteri Sosial;
b. Tingkat Provinsi adalah Kepala Instansi Sosial Provinsi;
c. Tingkat Kabupaten/Kota adalah Kepala Instansi Sosial Kabupaten/Kota; dan
d. Tingkat Kecamatan adalah Seksi Kesejahteraan Sosial pada kantor Kecamatan.

(2) Pembina Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pembinaan :

a. secara fungsional;
b. bimbingan keorganisasian Karang Taruna;
c. program dan kegiatan dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan Karang Taruna selaku Orsos kemasyarakatan Kepemudaan di desa/kelurahan; dan
d. secara fungsional di dalam pelaksanaan fungsi koordinasi, komunikasi, informasi, kolaborasi dan kerja sama pada kepengurusan FPKT Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi sampai Nasional.

Pasal 18

(1) Pembina Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d meliputi :

a. Tingkat Pusat adalah Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Departemen;
b. Tingkat Provinsi adalah Instansi/Dinas Terkait tingkat Provinsi; dan
c. Tingkat Kabupaten/Kota adalah Instansi/Dinas terkait tingkat Kabupaten/Kota.
(2) Pembina teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memfasilitasi, memberikan bimbingan dan pengembangan terhadap Karang Taruna sesuai tugas pokok dan fungsinya dalam pelaksanaan program.

BAB VII
PROGRAM KERJA
Pasal 19

Setiap Karang Taruna bertanggung jawab untuk menetapkan program kerja berdasarkan mekanisme, potensi, sumber, kemampuan dan kebutuhan Karang Taruna setempat.

Pasal 20

(1) Program Kerja Karang Taruna terdiri dari pembinaan dan pengembangan generasi muda, penguatan organisasi, peningkatan usaha kesejahteraan sosial, usaha ekonomis produktif, rekreasi olahraga dan kesenian, kemitraan dan lain-lain sesuai kebutuhan.
(2) Program kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sebagai hasil musyawarah/mufakat berdasarkan rencana jangka pendek, menengah dan panjang.
(3) Untuk melaksanakan program kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Karang Taruna dapat membentuk unit teknis.

BAB VIII
TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG
Pasal 21

(1) Penyelenggaraan Program Karang Taruna menjadi tanggung jawab dan wewenang Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
(2) Tanggung jawab dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri Sosial, Gubernur, dan Bupati/Walikota.

Pasal 22

Tanggung jawab dan wewenang Menteri Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) meliputi :
a. menetapkan Pedoman Umum Karang Taruna;
b. menetapkan standar dan indikator secara nasional;
c. melakukan program percontohan;
d. memberikan stimulasi;
e. memberikan penghargaan;
f. melakukan sosialisasi;
g. melakukan monitoring;
h. melaksanakan koordinasi; dan
i. memantapkan Sumber Daya Manusia.



Pasal 23

Tanggung jawab dan wewenang Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) meliputi :

a. melaksanakan tugas desentralisasi bidang Pemberdayaan Karang Taruna;
b. melaksanakan tugas dekonsentrasi bidang Pemberdayaan Karang Taruna;
c. melakukan program pengembangan;
d. melakukan pembinaan kemitraan dengan Forum Pengurus Karang Taruna;
e. memberikan penghargaan;
f. melakukan sosialisasi;
g. melakukan monitoring; dan
h. melaksanakan koordinasi.

Pasal 24

Tanggung jawab dan wewenang bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) meliputi :

a. melaksanakan tugas pembantuan;
b. melakukan penumbuhan Karang Taruna;
c. melakukan pemutakhiran data Karang Taruna;
d. melaksanakan pembinaan lanjutan;
e. melakukan pembinaan kemitraan dengan Forum Pengurus Karang Taruna;
f. memberikan penghargaan;
g. melakukan sosialisasi;
h. melakukan monitoring; dan
i. melaksanakan koordinasi.

BAB IX
PENGUKUHAN DAN PELANTIKAN
Pasal 25

(1) Pengukuhan Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan dan Forum Pengurus Karang Taruna di lingkup Kecamatan sampai dengan Nasional dilakukan dengan Keputusan Pejabat yang berwenang sesuai dengan lingkup kewenangannya.
(2) Keputusan Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. Keputusan Kepala Desa/Lurah untuk pengukuhan Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan;
b. Keputusan Camat untuk pengukuhan Forum Pengurus Karang Taruna di Kecamatan setempat;
c. Keputusan Bupati/Walikota untuk pengukuhan Forum Pengurus Karang Taruna di Kabupaten/Kota
setempat;
d. Keputusan Gubernur untuk Pengukuhan Forum Pengurus Karang Taruna di Provinsi setempat; dan
e. Keputusan Menteri Sosial untuk Pengukuhan Forum Pengurus Karang Taruna Nasional.

(3) Pelantikan Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan dan Forum Pengurus Karang Taruna di Kecamatan sampai dengan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat lingkup wilayahnya masing-masing.

BAB X
KEUANGAN
Pasal 26

Keuangan Karang Taruna dapat diperoleh dari :

a. iuran Warga Karang Taruna;
b. usaha sendiri yang diperoleh secara syah;
c. bantuan Masyarakat yang tidak mengikat;
d. bantuan/Subsidi dari Pemerintah; dan
e. usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku.

Pasal 27

Pengelolaan keuangan Karang Taruna wajib dilakukan secara transparan, efisien, efektif dan akuntabilitas.

BAB XI
IDENTITAS DAN LAMBANG
Pasal 28

(1) Karang Taruna wajib memiliki identitas lambang bendera, panji, dan lagu mars serta hymne.
(2) Identitas Karang Taruna terdiri atas bendera, pakaian dinas lapangan, pakaian dinas harian, topi dan atribut Karang Taruna.
(3) Mekanisme penggunaan identitas Karang Taruna diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan.

BAB XII
PENUTUP
Pasal 29

Dengan ditetapkanya Peraturan ini, maka Peraturan Menteri Sosial Repulik Indonesia  Nomor 83 / HUK / 2005 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna, dinyatakan tidak berlaku.
  
Peraturan Menteri Sosial ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan        : di Jakarta
pada tanggal    : 21 September 2010